Sistem Pendidikan Percuma Daulah Khilafah

    Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan penyelesaian terhadap berbagai masalah yang dihadapi manusia. Setiap penyelesaian yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan
    mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda:

    “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.”(HR Al-Bukhari dan Muslim ).


    Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajar sepuluh orang anak kaum muslimin Madinah sehingga pandai membaca dan menulis. Hal ini merupakan tebusan. Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal . Tebusan ini sama nilainya dengan
    pembebasan tawanan Perang Badar. Ertinya, Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan polisi beliau ini bermakna bahawa ketua negara bertanggungjawab penuh atas setiap keperluan rakyatnya, termasuk pendidikan.
    Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahawa ketua negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya.

    Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat darial-Wadliyah bin Atha’ yang menyatakan, bahwa di kota Madinah pernah ada tiga orang guru yang mengajar kanak-kanak. Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4.25 gram emas). Jika harga 1 gram emas = RM650 maka gaji seorang pendidik yang diberikan oleh Daulah Khilafah sejak 13 abad yang lalu jumlahnya mencapai RM9,750! (subhanallah), sungguh merupakan angka yang sangat mengamgumkan, apalagi jika dibandingkan dengan keadaan saat ini dimana berlangsungnya sistem ekonomi kapitalisme telah nyata sangat tidak menghargai peranan pendidik, contohnya upah yang didapatkan seorang guru hanya berkisar RM2000-RM3000 untuk setiap bulan. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada Ijma’ Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari Baitul Mal dengan jumlah tertentu.

    Contoh praktikal lainnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad ketika zaman kekhilafahan Abbasiyah. Madrasah ini memiliki sebuah auditorium megah. Perpustakaannya sungguh besar, yang memuat ribuan koleksi buku untuk belajar dan mengajar. Dilengkapi dengan hospital beserta dokter yang bersiaga 24 jam. Tempat Permandian pun tersedia. Semuanya percuma. Sudah begitu, setiap siswa menerima tunjangan pendidikan berupa emas 4.25 gram atau senilai 1 dinar (setara RM650) setiap bulan. Dengan fasiliti yang lebih dari cukup, para siswa hanya tinggal belajar, beribadah, dan mencapai prestasi setinggi mungkin.

    Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara percuma, seperti pena, dakwat, kertas, dll. Bahkan para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa kerana mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun untuk setiap orang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, iaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.

    0 Responses

Blog Widget by LinkWithin